Bandung, dmtNews.com
“Mendengar sejumlah keluhan dari para guru honorer di Kota Bandung seperti salah satunya terkait honorarium peningkatan mutu (HPM) dari dinas. Akan tetapi, nama mereka malah dihapus dari Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Pasalnya, Pemerintah Kota Bandung akan melakukan pengurangan nilai HPM tersebut. Alhasil, para guru honorer hanya digaji sekadarnya. Selain dihapus dari Dapodik sekolah lama, dan belum masuk ke dapodik sekolah baru, banyak juga guru honorer yang terbebani kerja di luar bidangnya dan di atas jam mengajarnya”, demikian kata anggota Komisi X DPR Ledia Hanifa, diruang kerjanya Minggu 27 Juli 2025.
Tak hanya itu, banyak sekolah yang kekurangan guru sehingga mengajar tak sesuai bidangnya. Dengan bidang yang berbeda, jam kerja mereka otomatis bertambah. Lalu, masih ada tugas lainnya. Alhasil, dalam sepekan, ada guru honorer yang mengajar sampai 72 jam. Menanggapi keluhan tersebut, Ledia menjelaskan, persoalan guru honorer memang tidak hanya bisa dibahas di ranah pemerintah kota. Pasalnya, pemkot juga tertekan dengan peraturan dan pengawasan dari atas. “Misalnya, kalau memberikan insentif kepada guru honorer di luar ketentuan anggaran, tentu bisa disemprit juga oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen-PANRB). Jadi, serbasalah,” tutur Ledia. Menurut Ledia, persoalan birokrasi kadang menjadi penghambat keselarasan pemenuhan kebutuhan guru. “Kami pernah mendapat laporan satu wilayah yang gurunya sudah pensiun, tapi tidak langsung ada guru pengganti. Guru yang pensiun kemudian diminta mengajar kembali sampai ada guru pengganti. Persoalannya, guru pensiun ini tidak bisa diberikan honor mengajar karena dianggap sudah dapat pensiun. Oleh karena itu, ada yang mau mengajar, ada yang tidak. Repot juga,” ujarnya. Ledia berjanji akan membawa persoalan kesejahteraan guru honor dan kebutuhan guru ini ke rapat DPR. Komisi X akan membahasnya dengan kementerian terkait dan pemerintah daerah, semoga segera ada titik terang.***