Reaksi Masyarakat Terhadap Potongan Pajak THR

DMT News

Banyak orang terkejut dan protes atas besarnya potongan pajak pada penghasilan dan tunjangan hari raya (THR) mereka bulan ini. Hal ini terjadi akibat penerapan skema baru penghitungan dan pemungutan pajak penghasilan (PPh) sejak Januari, yang dinilai hanya menambah kerumitan bagi praktisi pajak dan memaksa banyak orang untuk merancang ulang rencana keuangan mereka.

Bacaan Lainnya

Ketika mendekati perayaan Lebaran di pekan kedua April, sejumlah perusahaan mulai menyalurkan THR bersamaan dengan gaji bulanan pegawainya di akhir Maret.

Namun, bagi banyak individu, gajian bulan ini mengejutkan. Seperti yang dialami Dila (bukan nama sebenarnya) dan rekan-rekannya di sebuah perusahaan lokapasar atau e-commerce di Jakarta.

Berbagai pertanyaan muncul saat mereka mengecek rekening tabungan mereka pada tanggal 25 Maret. Pada bulan ini, THR dan tunjangan lembur menyumbang pada penghasilan kotor Dila sekitar Rp26 juta. Namun, setelah dipotong pajak, jumlah bersih yang diterimanya hanya sekitar Rp22,1 juta. Potongan pajak bulan ini mencapai Rp3,4 juta, jauh lebih tinggi dari bulan-bulan sebelumnya.

Skema baru penghitungan pajak tersebut, yang menggunakan tarif efektif rata-rata (TER), membuat potongan pajak berfluktuasi setiap bulan tergantung pada besaran pemasukan bruto seseorang. Akibatnya, potongan pajak bulan ini menjadi lebih besar karena adanya tambahan THR dan tunjangan lembur.

Reaksi negatif terhadap potongan pajak ini terlihat di media sosial, dengan banyak warganet mengeluhkan besarnya potongan pajak yang dirasa tidak proporsional. Beberapa bahkan mengatakan bahwa potongan pajak bulan ini melebihi upah minimum regional (UMR) Jakarta atau bisa untuk biaya makan sebulan.

Pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, berulang kali menyatakan bahwa skema TER bertujuan untuk mempermudah penghitungan PPh pasal 21, tetapi reaksi negatif dari masyarakat menunjukkan bahwa komunikasi tentang perubahan ini belum efektif.

Para praktisi pajak juga mengkritik skema baru ini, menyebutnya hanya menambah pekerjaan mereka tanpa memberikan manfaat yang signifikan. Meskipun demikian, pemerintah mempertahankan bahwa skema TER tidak akan menambah beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak, dengan beban pajak kumulatif seseorang selama setahun tetap sama.

Sebagai catatan, hanya sebagian kecil wajib pajak orang pribadi yang melaporkan perhitungan dan pembayaran pajaknya setiap tahun, menunjukkan bahwa masih ada tantangan dalam meningkatkan kepatuhan pajak di Indonesia.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *