Tragedi Tersambar Petir: Penjelasan dan Upaya Mitigasi Risiko di Sekitar Mabes TNI

petir

DMT News – Sebuah peristiwa tragis terjadi di sekitar Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur pada Rabu (24/4) sore, di mana dua anggota TNI menjadi korban tersambar petir saat berada di bawah pohon mencari tempat berteduh. Salah seorang anggota TNI yang bernama Prada Ardiansyah meninggal dunia akibat insiden tersebut, sedangkan satu lagi, seorang Kelasi Satu Bek Dan, juga mengalami nasib serupa namun berhasil selamat dengan luka-luka.

Mayjen Nugraha Gumilar, juru bicara TNI, menyatakan bahwa Prada Ardiansyah wafat setelah berjuang melawan cedera yang dideritanya di rumah sakit. Kejadian ini mengundang perhatian akan fenomena cuaca yang melibatkan petir.

Deni Septiadi, seorang dosen meteorologi terkemuka dari Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi & Geofisika (STBMKG), memberikan penjelasan mendalam mengenai kondisi atmosfer yang menyebabkan kejadian tersebut. Dia mencatat bahwa sejak pukul 15.00 WIB, citra satelit infra-merah telah mencerminkan adanya pola cuaca ekstrem di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Fenomena ini teridentifikasi sebagai multisel thunderstorm, sebuah sistem cuaca kompleks yang ditandai dengan adanya awan petir dengan radius ekspansi sekitar 80 km. Pola cuaca ini terus berkembang sepanjang sore dan mulai mereda sekitar pukul 19.00 WIB.

Deni Septiadi

Petir yang menghantam ke tanah adalah hasil dari fenomena pemisahan muatan listrik di dalam awan. Deni menjelaskan bahwa dalam kondisi awan matang, terjadi peningkatan aktivitas tumbukan dan penangkapan antara tetes air awan dengan partikel es, yang dipicu oleh aliran udara naik dan turun. Proses ini memisahkan muatan listrik dalam awan, yang kemudian mengakibatkan terjadinya petir dalam berbagai bentuk, baik petir ke tanah, petir di dalam awan, maupun petir antara awan.

Dengan tegas, Deni menyimpulkan bahwa petir yang menyambar pada saat kejadian adalah jenis petir ke tanah. Hal ini disebabkan oleh adanya muatan listrik negatif yang terkonsentrasi di tengah awan, di atas tingkat pembekuan sekitar 0ᵒC.

Namun, banyak spekulasi muncul terkait dengan penggunaan telepon seluler oleh korban saat kejadian. Deni menegaskan bahwa hingga saat ini tidak ada bukti ilmiah yang mengindikasikan bahwa telepon seluler secara langsung atau tidak langsung menarik petir. Meskipun demikian, dia menekankan bahwa petir adalah fenomena langka dan dapat terjadi pada siapa saja, dengan atau tanpa adanya perangkat elektronik.

Deni juga mencatat bahwa petir memiliki potensi untuk menyambar pada objek-objek yang menghantarkan listrik, seperti jaringan kabel, menara telepon, dan tiang listrik yang terbuat dari logam konduktif seperti besi. Oleh karena itu, kesadaran akan faktor-faktor ini sangat penting dalam mengurangi risiko terkena petir, terutama dalam kondisi cuaca ekstrem seperti multisel thunderstorm.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *