Selain ‘rahmah’, ‘Barakah’ sering dikaitkan dengan konsep ‘ni’mat’ (nikmat). Keduanya
menggambarkan anugerah Ilahi, tetapi ‘Barakah’ lebih menekankan pada aspek kelimpahan
dan keberlanjutan dari anugerah tersebut. Misalnya, dalam Surah Ibrahim (14:34): “Dan Dia
telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadaNya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan dapat menghitungnya.
Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” Ayat ini
menekankan bahwa nikmat dari Allah begitu melimpah sehingga tidak dapat dihitung, yang
merupakan manifestasi dari ‘Barakah’.
Untuk memahami penggunaan kata ‘Barakah’ dalam Al-Qur’an, kita dapat melihat
beberapa ayat di mana kata ini muncul. Misalnya, dalam Surah Al-Baqarah (2:261):
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di
jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap
bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” Ayat ini menggambarkan bagaimana satu
tindakan kebaikan, seperti memberi sedekah, dapat menghasilkan ‘Barakah’ yang berlipat
ganda. Ini menunjukkan bahwa ‘Barakah’ dalam konteks ini berkaitan dengan kelimpahan dan
pertumbuhan. Membandingkan penggunaan kata ‘Barakah’ dalam berbagai konteks
membantu mengungkap variasi maknanya. Misalnya, dalam Surah Maryam (19:31): “Dan Dia
menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan
kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.” Ayat ini
menunjukkan bahwa Isa (Yesus) AS digambarkan sebagai ‘diberkati di mana saja ia berada’,
yang menunjukkan keberkahan dalam konteks personal dan spiritual. Ini berbeda dengan
keberkahan material yang disebutkan dalam Surah Al-Baqarah.