DMT News – Aktivitas pertambangan diduga menjadi pemicu utama terjadinya bencana banjir dan longsor yang merenggut 15 nyawa di tiga kabupaten di Sulawesi Selatan (Sulsel). Tuntutan pemulihan lingkungan melalui rehabilitasi kawasan hutan serta normalisasi sungai kini menjadi keniscayaan demi memitigasi dampak buruk bencana tersebut.
Pada Jumat (5/3), gelombang banjir dan longsor menghantam tiga kabupaten di Sulsel, menelan korban 13 jiwa di Luwu, 1 orang di Sidrap, dan 1 lainnya di Wajo.
Menurut Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (BBWS-PJ), Suryadarma, peristiwa banjir dan longsor di Luwu terjadi akibat sedimentasi yang terjadi di daerah aliran sungai (DAS) Latimojong. Sedimentasi ini mengakibatkan kapasitas sungai menyusut.
“Saat ini, DAS mengalami peningkatan sedimentasi yang secara langsung membatasi kapasitas daya tampung sungai. Saat hujan ekstrem melanda, seperti yang terjadi, situasi ini memicu banjir bandang,” papar Suryadarma.
Dia juga mencurigai bahwa aktivitas pertambangan, baik yang legal maupun ilegal, serta pembukaan lahan perkebunan turut berperan dalam meningkatkan sedimentasi.
“Selama survei di Latimojong, saya melihat banyak aktivitas penambangan, termasuk yang dilakukan secara ilegal. Di samping itu, juga ada pembukaan lahan perkebunan yang berpotensi mengganggu aliran air ke sungai,” ungkapnya.
Walhi Sulsel, melalui Direktur Eksekutifnya, Muhammad Al Amien, juga menegaskan bahwa penurunan tutupan hutan di Gunung Latimojong menjadi salah satu penyebab utama banjir di Luwu.
“Kami menemukan bahwa penurunan tutupan hutan di wilayah Gunung Latimojong secara signifikan mempengaruhi daya serap air, terutama saat hujan deras,” jelas Al Amien.
Dia menambahkan bahwa sekitar 70% pembukaan lahan adalah untuk kegiatan pertambangan, terutama pertambangan emas, sementara 30% sisanya untuk perkebunan. Oleh karena itu, Walhi Sulsel merekomendasikan penundaan sementara aktivitas tambang di Gunung Latimojong.
Elfrianto, anggota DPRD Kabupaten Wajo, juga mengaitkan banjir di wilayahnya dengan kerusakan lingkungan di Luwu. Dia menekankan perlunya langkah-langkah mitigasi yang kuat, termasuk rehabilitasi hutan dan normalisasi sungai, serta penegakan sanksi bagi pelaku aktivitas ilegal yang merusak lingkungan.
“Langkah-langkah tersebut harus didukung oleh koordinasi lintas pemerintah kabupaten, pemulihan sistem drainase yang baik, serta penegakan sanksi bagi perusahaan atau individu yang terlibat dalam aktivitas ilegal yang merusak lingkungan,” tegasnya.